Rabu, 03 September 2008

EUVORIA PILKADA DI TENGAH TUNTUTAN DEMOKRASI



Perjalanan Demokrasi di Indonesia telah mengalami banyak kemajuan, ini dapat dibuktikan dengan dilibatkannya elemen masyarakat secara langsung dalam menentukan pemimpin mereka baik itu dalam proses pemilihan Presiden dan wakil presiden atau lebih dikenal dengan pemillihan umum (pemilu), begitu pun pemilihan Kepala Daerah secara langsung (pilkada langsung), sesuai dengan amanah Undang-Undang Dasar 1945 yang menyiratkan bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat, bergantung rezim paruh 1998 dari orde baru ke orde reformasi menjadi instrumen awal bagi bangsa untuk melakukan penataan kembali terhadap seluruh tatanan yang ada di negeri ini dari segala segmen kehidupan tak terkecuali demokrasi itu sendiri, bahkan di tahun 2004 Bangsa ini mampu meniti sistem politiknya kearah demokrasi melalui pemilihan umum (pemilu) yang konstituennya adalah rakyat secara langsung, meskipun dilain sisi demokrasi kita terkadang harus ternoda dengan terjadinya konflik dan kerusuhan dibeberapa daerah baik itu menjelang dan sesudah pemilihan kepala Daerah yang terjadi akhir-akhir ini di beberapa Daerah di Indonesia.

Sistem politik demokrasi adalah keharusan sejarah (Hegel), manusia sangat dinamis dimana terkadang sistem mengalami arus balik, tetapi penerapan Demokrasi adalah sesuatu yang tidak terelakkan dan bakal hadir disemua Negara (Hungtington), sejarah ummat manusia telah menunjukkan bahwa sistem politik berubah dari monarki (satu orang memerrintah) menjadi oligarki (sekelompok orang yang memerintah) dan akhirnya Demokrasi (semua orang memerintah), (arief budiman). Olehnya itu perlu kita luruskan pemahaman tentang Demokrasi agar sekiranya kita tidak terjebak dalam pemahaman konteks Demokrasi itu sendiri. Demokrasi menurut bahasa yunani adalah "Demos-Cratein" (Rakyat memerintah), atau dalam artia pemerintah oleh rakyat, atau perantaraan wakil-wakil yang mereka pilih secara bebas.

Pergeseran sistem pemerintahan dari yang menganut sistem sentralisasi ke desentralisasi, penekanan dari sebuah perubahan tersebut adalah otonomi daerah yang seluas-luasnya dan tidak terbatas, salah satu yang sangat vital didalamnya adalah pengisian jabatan kepala daerah (kepala pemerintahan)melalui pemilihan langsung, begitu pula dengan manajemen negara dari model struktural kerja dari atas kebawah (top down) menjadi dari bawah keatas (button up) rumus perubahan tersebut adalah bentuk rekomendasi dari upayah pemerintah menjadikan bangsa ini bangsa yang demokratis.

Lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi menjadi UU No.32 Tahun 2004, tentang pemerintahan daerah adalah merupakan angin segar bagi pertumbuhan Demokrasi di Indonesia yang memberikan peluang kepada masyarakat untuk memilih para pemimpin mereka sesuai apa yang menjadi keinginan dan kehendak rakyat dan sekaligus menjadi tantangan serius bagi bangsa dimana pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada langsung) justru banyak menyisahkan problem serius dalam proses pelaksanaannya

Dalam beberapa catatan pemilihan Kepala Daerah di Indonesia lebih dari 95% yang berakhir dengan keributan atau dengan kata lain ikrar "Siap menang dan siap kalah" hanya menjadi simbol belaka, yang pada akhirnya banyak menimbulkan masalah seperti konflik horisontal dimasyarakat, tentunya hal demikian yang merusak tatanan Demokrasi kita, berbagai daerah yang mengalami sengketa pilkada yang kemudian harus berakhir di Mahkamah Agung (MA) diantaranya adalah Sulawesi Selatan, bahkan Pilkada Maluku Utara yang sampai saat ini mengalami konflik dan sengketa pilkada yang tak berujung selesai, sehingga bisa dikatakan Bangsa ini di satu sisi sukses dalam menuju tatanan Demokrasi di lain sisi gagal dalam menjalankan Demokrasi, asumsi ini pula lah yang menyatakan Demokrasi kita adalah Demokrasi tambal sulam, Demokrasi kebablasan, masyarakat kita seolah larut dalam euvoria pilkada dan pada akhirnya rakyat harus terjebak serta menjadi tumbal dalam permainan para elit politik yang haus akan kekuasaan.