Minggu, 17 Januari 2010
IMPIAN DAN HARAPAN
Awal tahun 2006, kini memasuki dunia nyata istilah para aktivis ketika sudah selasai di bangku kuliah,karena disitulah katanya orang berfikir apa dan akan kemana kita setelah ini? akankah kita tetap menjadi seorang intelktual muda,yang selalu berteriak lantang untuk keadilan? masihkah kita punya idealisme seperti disaat masih menjadi Mahasiswa, akankah kita punya pekerjaan tetap untuk sebuah masa depan, ataukah mungkin kita akan menjadi sampah dimasyarakat???? pertanyaan-pertanyaan itu yang selalu menggerogoti fikiran saya di setiap saat,mulai dari diskusi dikantin kampus sampai di warkop saya dan teman-teman selalu berfikir apa yang harus kita kerja sekarang,dan tiba waktunya harus membentuk LSM yang bergerak dibidang sosial bersama teman-teman aktivis parlemen jalanan, karena tuntutan hidup dikota besar seperti makassar,saya harus cari kerja lain untuk kebutuhan sehari-hari dan saya putuskan untuk bekerja disalah satu pembiayaan motor di kota makassar namun itu tidak bertahan lama dan pada akhirnya harus meninggalkan kerjaan tersebut, tapi semangat itu tetap ada untuk selalu berfikir untuk menggapai semua impian dan harapan itu, memasuki awal tahun 2008 kembali harus mengabdi disalah satu instansi di Kabupaten sebagai tenaga sukarela meskipun selalu bertentangan dengan hati nurani saya untuk bekerja dengan birokrasi yang serba struktural,bahkan harus dapat sindiran dari beberapa teman-teman aktivis seperjuangan waktu masih dimakassar yang selalu mengatakan ko aktivis harus jadi tenega sukarela? tapi itulah tuntutan hidup dimana orang harus berfikir masa depan, meskipun masa depan tidak harus ditentukan lewat PNS,tapi ini mungkin jalan terbaik menentukan pilihan dijalur birokrasi sebagai pilihan hidup untuk masa depan meskipun gaji pas-pasan,namun lambat laun semuanya saya harus jalani dengan ketabahan, dan akhirnya tahun 2009,saya harus mengikuti ujian Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) alhasil pengumuman hasil CPNS akhirnya keluar diawal tahun 2010 dan di waktu yg bersamaan juga pengumuman ujian Advokat keluar dan saya pun dinyatakan lulus, sungguh hal yang sangat menggembirakan dan meskipun pada akhirnya memutuskan untuk berkonsentrasi menjadi sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil dan masih tetap bermimpi untuk mencapai semua apa yang menjadi impian dan harapan itu.
Senin, 02 Maret 2009
SEMUA ORANG BERHAK DIPERLAKUKAN SAMA DIHADAPAN HUKUM
Dalam negara hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap individu tanpa membedakan latar belakangnya, sehingga semua orang memiliki hak untuk diperlakukan sama di hadapan hukum (equality before the law).
Persamaan di hadapan hukum harus diartikan secara dinamis dan tidak diartikan secara statis. Artinya, kalau ada persamaan di hadapan hukum bagi semua orang maka harus diimbangi juga dengan persamaan perlakuan (equal treatment) bagi semua orang. Jika ada dua orang bersengketa datang ke hadapan hakim, maka mereka harus diperlakukan sama oleh hakim tersebut (audi et alteram partem).
Persamaan di hadapan hukum yang diartikan secara dinamis ini dipercayai akan memberikan jaminan adanya akses untuk memperoleh keadilan (access to justice) bagi semua orang tanpa memperdulikan latar belakangnya. Menurut Aristoteles, keadilan harus dibagikan oleh negara kepada semua orang, dan hukum yang mempunyai tugas menjaganya agar keadilan sampai kepada semua orang tanpa kecuali. Apakah orang mampu atau fakir miskin, mereka sama untuk memperoleh akses kepada keadilan.
Perolehan pembelaan dari seorang advokat atau pembela umum (access to legal counsel) adalah hak asasi manusia yang sangat mendasar bagi setiap orang dan oleh karena itu merupakan salah satu syarat untuk memperoleh keadilan bagi semua orang (justice for all). Kalau seorang yang mampu mempunyai masalah hukum, ia dapat menunjuk seorang atau lebih advokat untuk membela kepentingannya. Sebaliknya seorang yang tergolong tidak mampu juga harus memperoleh jaminan untuk meminta pembelaan dari seorang atau lebih pembela umum (public defender) sebagai pekerja di lembaga bantuan hukum (legal aid institute) untuk membela kepentingannya dalam suatu perkara hukum. Tidak adil kiranya bilamana orang yang mampu saja yang dapat memperoleh pembelaan oleh advokat dalam menghadapi masalah hukum. Sedangkan fakir miskin tidak memperoleh pembelaan hanya karena tidak sanggup membayar uang jasa (fee) seorang advokat yang tidak terjangkau oleh mereka. Kalau ini sampai terjadi maka asas persamaan di hadapan hukum tidak tercapai.
Indonesia sebagai negara hukum telah menjamin asas persamaan di hadapan hukum, yaitu dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Persamaan di hadapan hukum tersebut dapat terwujud di dalam suatu pembelaan perkara hukum, dimana baik orang mampu maupun fakir miskin memiliki hak konstitusional untuk diwakili dan dibela oleh advokat atau pembela umum baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Hak untuk dibela advokat atau pembela umum dikatakan sebagai hak konstitusional mengingat ketentuan Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 yang menegaskan bahwa “Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara”. Hal ini secara ekstensif dapat ditafsirkan bahwa negara bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap hak-hak fakir miskin. Hak-hak fakir miskin ini meliputi hak ekonomi, sosial, budaya (ekosob), sipil, dan politik dari fakir miskin. Dengan melihat kembali pada ketentuan dalam Pasal 27 ayat (1) yang dihubungkan dengan Pasal 34 (1) UUD 1945, negara berkewajiban menjamin fakir miskin memperoleh pembelaan baik dari advokat maupun pembela umum melalui suatu program bantuan hukum. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bantuan hukum merupakan hak konstitusional bagi fakir miskin yang harus dijamin perolehannya oleh negara.
Menurut data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2007 adalah sebesar 37,17 juta (16,58 persen). Data statistik fakir miskin tersebut di atas membuktikan bahwa kehadiran organisasi bantuan hukum sebagai institusi yang secara khusus memberikan jasa bantuan hukum bagi fakir miskin sangat penting, agar fakir miskin memperoleh akses yang tepat untuk memperoleh keadilan. Selain itu fakir miskin yang frustrasi dan tidak puas karena tidak memperoleh pembelaan dari organisasi bantuan hukum akan mudah terperangkap dalam suatu gejolak sosial (social upheaval) antara lain melakukan kekerasan, huru-hara, dan pelanggaran hukum sebagaimana dinyatakan Von Briesen sebagai berikut:
“Legal aid was vital because it keeps the poor satisfied, because it establishes and protects their rights; it produces better workingmen and better workingwomen, better house servants; it antagonizes the tendency toward communism; it is the best argument against the socialist who cries that the poor have no rights which the rich are bound to respect.”
Keadaan ini tentunya tidak nyaman bagi semua orang karena masih melihat fakir miskin di sekitarnya yang masih frustrasi. Melihat kepada kondisi sekarang, fakir miskin belum dapat memperoleh bantuan hukum secara memadai, walaupun pada tahun 2003 Undang-Undang Advokat telah diundangkan. Undang-Undang Advokat ini memang mengakui bantuan hukum sebagai suatu kewajiban advokat, namun tidak menguraikan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan bantuan hukum dan bagaimana memperolehnya. Yang terjadi selama ini adalah adanya kesemrawutan dalam konsep bantuan hukum dalam bentuk ada kantor-kantor advokat yang mengaku sebagai lembaga bantuan hukum tetapi sebenarnya berpraktik komersial dan memungut fee, yang menyimpang dari konsep pro bono publico yang sebenarnya merupakan kewajiban dari advokat. Selain kantor advokat mengaku sebagai organisasi bantuan hukum juga ada organisasi bantuan hukum yang berpraktik komersial dengan memungut fee untuk pemberian jasa kepada kliennya dan bukan diberikan kepada fakir miskin secara pro bono publico.
Kesemrawutan pemberian bantuan hukum yang terjadi selama ini adalah karena belum adanya konsep bantuan hukum yang jelas. Untuk mengatasi kesemrawutan tersebut maka perlu dibentuk suatu undang-undang bantuan hukum yang mengatur secara jelas, tegas, dan terperinci mengenai apa fungsi bantuan hukum, organisasi bantuan hukum, tata cara untuk memperoleh bantuan hukum, siapa yang memberikan, siapa yang berhak memperoleh bantuan hukum, dan kewajiban negara untuk menyediakan dana bantuan hukum sebagai tanggung jawab konstitusional. Keberadaan undang-undang bantuan hukum digunakan untuk merekayasa masyarakat c.q. fakir miskin agar mengetahui hak-haknya dan mengetahui cara memperoleh bantuan hukum.
Sedangkan pengetahuan fakir miskin akan hak-haknya, khususnya hak asasi manusianya, baru akan diperoleh kalau ada diseminasi dan penyuluhan tentang hak-hak mereka secara masif yang merupakan gerakan nasional yang didanai oleh negara dan masyarakat. Selain itu organisasi bantuan hukum harus menyediakan upaya-upaya untuk memberdayakan masyarakat seperti penyuluhan hukum, konsultasi hukum, pengendalian konflik dengan pembelaan nyata dalam praktik di pengadilan, dan berpartisipasi dalam pembangunan dan reformasi hukum serta pembentukan hukum yaitu salah satunya dengan memancing yurisprudensi yang lebih tegas, tepat, dan jelas.
Sebelum era reformasi konsep bantuan hukum ditekankan pada konteks perlawanan fakir miskin terhadap tindakan-tindakan pemerintah yang menindas. Hal ini tampak dari beberapa kasus yang ditangani oleh YLBHI seperti kasus Kedung Ombo, Marsinah, Tanjung Priok, dan Talangsari. Namun demikian dalam pemerintahan era reformasi yang lebih menghargai hak asasi manusia dan demokrasi, gerakan bantuan hukum harus mengubah paradigmanya dari konsep bantuan hukum yang menempatkan organisasi bantuan hukum berseberangan dengan pemerintah menjadi menempatkan negara sebagai mitra organisasi bantuan hukum dalam rangka program pengentasan kemiskinan.
Pemberian bantuan hukum bagi fakir miskin tidak dapat diberikan secara parsial dan sporadis tetapi harus diberikan secara masif dan mengajak negara c.q. pemerintah serta semua unsur masyarakat untuk memperkenalkan dan mendorong bantuan hukum kepada fakir miskin baik yang berada di kota-kota maupun desa-desa. Bantuan hukum responsif memberikan bantuan hukum kepada fakir miskin dalam semua bidang hukum dan semua jenis hak asasi manusia secara cuma-cuma dengan mengajak peran serta masyarakat dan pemerintah sebagai mitra kerja. Peran serta pemerintah ini dapat terwujud dengan memasukkan program bantuan hukum ke dalam program pengentasan kemiskinan melalui pembentukan undang-undang bantuan hukum, dan penyediaan dana bantuan hukum dalam APBN yang diatur dalam undang-undang bantuan hukum.
Selain itu dalam pemberian bantuan hukum, walaupun pembelaan dilakukan untuk semua bidang hukum dan semua jenis hak asasi manusia, akan tetapi dalam praktik sehari-hari terjadi seleksi alam dimana pembelaan dilakukan menurut bidang keahlian dari masing-masing organisasi bantuan hukum, misalnya organisasi bantuan hukum yang memberikan bantuan hukum dalam bidang hukum perdata, atau hukum pidana, atau hukum tata usaha negara, atau bidang hukum lainnya. Suatu organisasi bantuan hukum tidak boleh menolak untuk memberikan bantuan hukum dalam suatu bidang hukum tertentu dan kalau tidak mempunyai keahlian dalam bidang hukum tersebut, maka perkara tersebut dapat dilimpahkan atau bekerjasama dengan organisasi bantuan hukum yang lain.
Begitu juga kalau ada pelanggaran hak asasi manusia, organisasi bantuan hukum diwajibkan membela tanpa membedakan jenis hak asasi manusia yang dilanggar. Ini disebabkan karakteristik dari hak asasi manusia itu sendiri yang bersifat non derogable atau inalienable. Sebagaimana hak politik tidaklah lebih penting dari hak ekonomi, karena dalam konsep hak asasi manusia apabila salah satu hak asasi manusia diabaikan maka semua hak asasi manusia secara keseluruhan diabaikan. Dalam pembelaan hak terhadap fakir miskin tidak boleh dibedakan apakah yang dilanggar itu hak kolektif atau hak individu dari fakir miskin, karena kedua hak tersebut sama pentingnya. Namun demikian secara operasional dimungkinkan suatu organisasi bantuan hukum memfokuskan pelayanan pada suatu bidang tertentu karena kapasitas.
Kalau ada organisasi bantuan hukum bergerak dalam bidang hukum dan hak asasi manusia tertentu, itu adalah karena kompetensi dan prioritas, selain karena adanya kebutuhan setempat. Sebagai contoh, organisasi bantuan hukum Jawa Tengah akan memprioritaskan kepada pembelaan tenaga kerja di Jawa Tengah yang tidak memperoleh perlindungan pembelaan dalam bidang hukum ketenagakerjaan dan pelanggaran hak asasi manusia berupa perlakuan yang tidak manusiawi dan kondisi kerja yang tidak layak, organisasi bantuan hukum di Jawa Barat lebih memprioritaskan kepada pembelaan dalam bidang hukum agraria khususnya hukum tanah adat dan pelanggaran dalam bidang hak asasi manusia berupa hak untuk memperoleh perlindungan atas harta benda.
Diharapkan konsep bantuan hukum responsif ini dapat memperluas jangkauan pemberian bantuan hukum bagi fakir miskin dengan menjadikannya sebagai gerakan nasional agar fakir miskin mengetahui dan dapat menuntut hak-haknya. Dalam melaksanakan gerakan nasional bantuan hukum yang diprakarsai oleh federasi bantuan hukum, perlu dimasukkan suatu program pendidikan dan pencerahan tentang apa itu bantuan hukum, mengapa ada bantuan hukum, untuk siapa bantuan hukum itu disediakan, dan bagaimana memperoleh bantuan hukum. Tanpa dilakukan secara masif program bantuan hukum tidak akan mencapai sasaran.
Program bantuan hukum yang dilaksanakan dengan melibatkan peran serta pemerintah dan masyarakat, diharapkan dapat dijadikan suatu gerakan nasional. Pemberdayaan fakir miskin ini yang dilakukan secara masif diharapkan dapat mencapai sasarannya agar fakir miskin tahu akan hak-haknya, dan diharapkan akan mengangkat harkat dan martabatnya serta kedudukan sosial ekonominya. Oleh karena itu paradigma bantuan hukum sekarang harus menyesuaikan diri atau banting setir agar sesuai dengan situasi dan kondisi sekarang. Pada gilirannya keadilan itu akan berlaku bagi semua orang tanpa membeda-bedakan asal usul dan latar belakangnya.
Jumat, 30 Januari 2009
Contoh PERJANJIAN SEWA MENYEWAH RUMAH
Pada hari ini, Sabtu, tanggal delapan bulan januari tahun dua ribu sembilan, kami yang bertanda tangan di bawah ini
- Sulaiman, swasta, bertempat tinggal di Jl. Krakatau No 13, Kota Sinjai Propinsi Sul-Sel, dalam hal ini bertindak untuk dan atas namanya sendiri yang selanjutnya akan disebut sebagai Pihak Pertama
- Arniati, swasta, bertempat tinggal di Jl. Benteng, Kota Watampone, Propinsi Sul-Sel, dalam hal ini bertindak untuk dan atas namanya sendiri yang selanjutnya akan disebut juga sebagai Pihak Kedua
Kedua belas pihak dengan ini menerangkan bahwa Pihak Pertama menyewakan kepada Pihak Kedua berupa Rumah yang berdiri diatas Sertifikat Hak Milik No 013/HM/2005 yang terletak di Jl. Anggrek, kota Snjai Propinsi Sul-Sel dengan fasilitas-fasilitas sebagai berikut
- Sambungan listrik sebesar 1300 watt dari PLN dengan nomor kontrak ....................
- Sambungan air bersih dari PDAM Kota Depok dengan nomor kontrak .....................
- Sambungan telepon tetap nirkabel dari PT Bakrie Tel dengan nomor .......................
Kedua belah pihak sepakat untuk mengikatkan diri dalam perjanjian ini dengan syarat-syarat sebagai berikut
Pasal 1
- Perjanjian sewa menyewa ini berlaku tiga hari setelah ditandatanganinya perjanjian ini dan akan berakhir dengan sendirinya pada 18 September 2009.
- Perjanjian ini dapat diperpanjang untuk jangka waktu dan syarat-syarat yang disepakati oleh kedua belah pihak.
- Pihak kedua dalam jangka waktu tiga bulan sebelum masa berakhirnya perjanjian harus menyatakan kehendaknya secara tertulis untuk perpanjangan perjanjian ini
Pasal 2
- Uang sewa rumah adalah sebesar Rp. 50.000.000/tahun yang telah dibayar secara tunai oleh Pihak Kedua pada saat ditanda-tanganinya perjanjian ini
- Akta perjanjian ini juga berlaku sebagai kuitansi (tanda terima pembayaran) yang sah
Pasal 3
- Pihak Pertama menyerahkan rumah kepada Pihak Kedua dalam keadaan kosong dari penghuni dan barang-barang milik Pihak Pertama
- Pada saat berakhirnya perjanjian ini, Pihak Kedua harus menyerahkan kembali rumah dalam keadaan kosong dan terpelihara kepada Pihak Pertama dan Pihak Pertama tidak berkewajiban untuk menyediakan sarana penampungan guna menampung keperluan dan barang-barang dari Pihak Kedua
- Apabila pada saat berakhirnya perjanjian ini, Pihak Kedua tidak dapat melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan Pihak Kedua tidak menyatakan kehendaknya untuk memperpanjang perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3), maka untuk setiap keterlambatan Pihak Kedua akan dikenakan denda sebesar Rp. 100.000,00/hari, dan denda tersebut dapat ditagih seketika dan sekaligus lunas
- Apabila keterlambatan tersebut berlangsung hingga 10 hari sejak berakhirnya perjanjian, maka Pihak Kedua memberi kuasa kepada Pihak Pertama untuk mengosongkan rumah dari semua penghuni dan barang-barang atas biaya Pihak Kedua dan bilamana perlu dengan bantuan pihak kepolisian setempat
Pasal 4
- Pihak Kedua tidak diperkenankan untuk mengubah fungsi serta peruntukkan sebagai rumah tinggal
- Pihak Kedua atas tanggungan sendiri dapat melakukan perubahan pada rumah yang tidak akan mengubah konstruksi dan NJOP dan tambahan tersebut harus merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan menjadi milik Pihak Pertama
- Perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus dengan ijin tertulis dari Pihak Pertama
Pasal 5
- Pihak Pertama menjamin Pihak Kedua bahwa selama masa perjanjian ini berlaku, Pihak Kedua tidak akan mendapatkan tuntutan dan/atau gugatan dari pihak lain yang menyatakan mempunyai hak atas tanah dan rumah tersebut
- Apabila terjadi perubahan kepemilikan terhadap rumah tersebut, Pihak Kedua tetap dapat menikmati hak sewa sampai berakhirnya perjanjian ini
Pasal 6
- Selama masa sewa berlangsung, Pihak Kedua wajib memberikan uang jaminan sebesar Rp. 10.000.000,00 secara tunai kepada Pihak Pertama
- Uang Jaminan tersebut akan dikembalikan kepada Pihak Kedua secara tunai oleh Pihak Pertama, setelah Pihak Pertama memastikan tidak ada kewajiban pembayaran yang tertunggak dari Pihak Kedua termasuk namun tidak terbatas pada tagihan telepon, listrik, air, PBB, dan iuran warga.
Pasal 7
Selama perjanjian ini berlangsung, Pihak Kedua tidak diperkenankan untuk memindahkan hak sewanya sebagian ataupun seluruhnya kepada pihak lain tanpa persetujuan tertulis dari Pihak Pertama
Pasal 8
Segala kerusakan kecil maupun besar dari rumah tersebut menjadi tanggungan sepenuhnya dari Pihak Kedua kecuali terhadap kerusakan yang ditimbulkan bukan oleh Pihak Kedua (force majuer) akan ditanggung secara bersama oleh kedua belah pihak
Pasal 9
Segala pungutan dan/atau iuran termasuk namun tidak terbatas pada iuran warga, PBB, tagihan listrik, telepon, dan air menjadi tanggungan Pihak Kedua selama masa perjanjian berlangsung
Pasal 10
Segala ketentuan yang belum diatur dalam perjanjian ini akan diatur selanjutnya dalam adendum yang merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian ini dan akan diputuskan secara bersama
Pasal 11
- Apabila terjadi sengketa atas isi dan pelaksanaan perjanjian ini, kedua belah pihak akan menyelesaikannya secara musyawarah
- Apabila penyelesaian secara musyawarah tidak berhasil, maka kedua belah pihak sepakat untuk memilih domisili hukum dan tetap di kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri Sinjai
Demikian perjanjian in disetujui dan dibuat serta ditanda tangani oleh kedua belah pihak dengan dihadiri saksi-saksi yang dikenal oleh kedua belah pihak serta dibuat dalam rangkap dua bermateri cukup yang masing-masing mempunyai kekuatan hukum yang sama
Pihak Pertama
Sulaiman
Pihak Kedua
Arniati
Saksi
Muhammadong
Junaedi
Kamis, 01 Januari 2009
UCAPAN SELAMAT TAHUN BARU 2009
Ucapan diatas begitu singkat bagi saya tapi sarat akan makna dan tanggung jawab besar, karena bagi saya ini bukan hanya kata-kata biasa tapi sedikit wejangan untuk saya, sehingga ucapan kaka menggugah perasaan sampai-sampai saya harus baca berulang-ulang isi dari kata-kata itu, sampai pada akhirnya saya berkesimpulan bahwa isi dan maksud kata-kata tersebut memberikan spirit bagi saya bahwa tidak ada kata menyerah sepanjang kita mau berubah dan tidak harus berputus asa, semoga apa yang menjadi ucapan kaka bisa menjadi motifasi buat saya untuk meraih apa yang menjadi harapan ditahun ini.Amin
Kamis, 25 Desember 2008
UJIAN TUHAN TERHADAP HAMBANYA
Iya memang tidakserta merta memberi apa yang kita harapkan, tapi iya akan memberi apa yang kita butuhkan.
Memang kadang kenyataan hidup membuat kita sedih, kecewa, dan terluka,tapi jauh diatas segalanya, sebenarnya TUHAN sedang merajut yang terbaik untuk kehidupan kita, kini......aku yakin pada saatnya nanti kaktus itu berbunga, pasti indah sekali , pada saatnya nanti ulat itu tumbuh akan berubah jadi kupu-kupu yang cantiksesuai dengan apa yang menjadi permintaan dan doa aku disaat aku meminta dengan kesabaran, itulah jalan Allah indah dan bagus pada saatnya......
Ini hanya sepenggal cerita tentang kesabaran seorang hamba terhadap TUHAN-nya dimana manusia harus slalu dituntut tuk bersabar dan berserah diri kepada yang maha kuasa.
Rabu, 03 September 2008
EUVORIA PILKADA DI TENGAH TUNTUTAN DEMOKRASI
Perjalanan Demokrasi di Indonesia telah mengalami banyak kemajuan, ini dapat dibuktikan dengan dilibatkannya elemen masyarakat secara langsung dalam menentukan pemimpin mereka baik itu dalam proses pemilihan Presiden dan wakil presiden atau lebih dikenal dengan pemillihan umum (pemilu), begitu pun pemilihan Kepala Daerah secara langsung (pilkada langsung), sesuai dengan amanah Undang-Undang Dasar 1945 yang menyiratkan bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat, bergantung rezim paruh 1998 dari orde baru ke orde reformasi menjadi instrumen awal bagi bangsa untuk melakukan penataan kembali terhadap seluruh tatanan yang ada di negeri ini dari segala segmen kehidupan tak terkecuali demokrasi itu sendiri, bahkan di tahun 2004 Bangsa ini mampu meniti sistem politiknya kearah demokrasi melalui pemilihan umum (pemilu) yang konstituennya adalah rakyat secara langsung, meskipun dilain sisi demokrasi kita terkadang harus ternoda dengan terjadinya konflik dan kerusuhan dibeberapa daerah baik itu menjelang dan sesudah pemilihan kepala Daerah yang terjadi akhir-akhir ini di beberapa Daerah di Indonesia.
Sistem politik demokrasi adalah keharusan sejarah (Hegel), manusia sangat dinamis dimana terkadang sistem mengalami arus balik, tetapi penerapan Demokrasi adalah sesuatu yang tidak terelakkan dan bakal hadir disemua Negara (Hungtington), sejarah ummat manusia telah menunjukkan bahwa sistem politik berubah dari monarki (satu orang memerrintah) menjadi oligarki (sekelompok orang yang memerintah) dan akhirnya Demokrasi (semua orang memerintah), (arief budiman). Olehnya itu perlu kita luruskan pemahaman tentang Demokrasi agar sekiranya kita tidak terjebak dalam pemahaman konteks Demokrasi itu sendiri. Demokrasi menurut bahasa yunani adalah "Demos-Cratein" (Rakyat memerintah), atau dalam artia pemerintah oleh rakyat, atau perantaraan wakil-wakil yang mereka pilih secara bebas.
Pergeseran sistem pemerintahan dari yang menganut sistem sentralisasi ke desentralisasi, penekanan dari sebuah perubahan tersebut adalah otonomi daerah yang seluas-luasnya dan tidak terbatas, salah satu yang sangat vital didalamnya adalah pengisian jabatan kepala daerah (kepala pemerintahan)melalui pemilihan langsung, begitu pula dengan manajemen negara dari model struktural kerja dari atas kebawah (top down) menjadi dari bawah keatas (button up) rumus perubahan tersebut adalah bentuk rekomendasi dari upayah pemerintah menjadikan bangsa ini bangsa yang demokratis.
Lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi menjadi UU No.32 Tahun 2004, tentang pemerintahan daerah adalah merupakan angin segar bagi pertumbuhan Demokrasi di Indonesia yang memberikan peluang kepada masyarakat untuk memilih para pemimpin mereka sesuai apa yang menjadi keinginan dan kehendak rakyat dan sekaligus menjadi tantangan serius bagi bangsa dimana pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada langsung) justru banyak menyisahkan problem serius dalam proses pelaksanaannya
Dalam beberapa catatan pemilihan Kepala Daerah di Indonesia lebih dari 95% yang berakhir dengan keributan atau dengan kata lain ikrar "Siap menang dan siap kalah" hanya menjadi simbol belaka, yang pada akhirnya banyak menimbulkan masalah seperti konflik horisontal dimasyarakat, tentunya hal demikian yang merusak tatanan Demokrasi kita, berbagai daerah yang mengalami sengketa pilkada yang kemudian harus berakhir di Mahkamah Agung (MA) diantaranya adalah Sulawesi Selatan, bahkan Pilkada Maluku Utara yang sampai saat ini mengalami konflik dan sengketa pilkada yang tak berujung selesai, sehingga bisa dikatakan Bangsa ini di satu sisi sukses dalam menuju tatanan Demokrasi di lain sisi gagal dalam menjalankan Demokrasi, asumsi ini pula lah yang menyatakan Demokrasi kita adalah Demokrasi tambal sulam, Demokrasi kebablasan, masyarakat kita seolah larut dalam euvoria pilkada dan pada akhirnya rakyat harus terjebak serta menjadi tumbal dalam permainan para elit politik yang haus akan kekuasaan.